Rabu, 31 Juli 2019

RINGKASAN TERKAIT PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Catatan ini saya buat sebagai bahan presentasi ketika menjadi narasumber pelatihan peningkatan wawasan Pemerintahan Desa kepada Para Kepala Desa dan Aparat Desa... saya buat secara ringkas untuk memudahkan menyampaikan dan bisa dengan cepat dipahami..


Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa

Keuangan Desa adalah  semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya disingkat RPJM Desa, adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun

Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKPDesa, adalah penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDesa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa  adalah Kepala Desa atau sebutan nama lain yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa.

Kepala Desa  adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan.

Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai kewenangan:
a.    menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;
b.    menetapkan PTPKD;
c.    menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;
d.    menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa; dan
e.    melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDesa.

Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disingkat PTPKD adalah unsur perangkat desa yang membantu Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa.
PTPKD berasal dari unsur Perangkat Desa,terdiri dari:
a.    Sekretaris Desa;
b.    Kepala Seksi; dan
c.    Bendahara.

Sekretaris Desa adalah bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
Sekretaris Desa selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa mempunyai tugas:
a.    menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa;
b.    menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang  APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa;
c.    melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBDesa;
d.    menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa; dan
e.    melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran  APBDesa.
APBDesa,terdiri atas:
a.    Pendapatan Desa;
b.    Belanja Desa; dan
c.    Pembiayaan Desa

Klasifikasi Belanja Desa terdiri atas  kelompok:
a.    Penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b.    Pelaksanaan Pembangunan Desa;
c.    Pembinaan Kemasyarakatan Desa;
d.    Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan
e.    Belanja Tak Terduga.

jenis belanja dalam APBDes:
a.    Pegawai;
b.    Barang dan Jasa; dan
c.    Modal.

Belanja Modal  digunakan untuk pengeluaran dalam rangka pembelian/pengadaan barang atau bangunan yang nilai manfaatnya  lebih dari 12 (dua belas) bulan.

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SILPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.

Bendahara adalah unsur staf sekretariat desa yang membidangi urusan administrasi keuangan untuk menatausahakan keuangan desa.

Bendahara mempunyai tugas: menerima,  menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa

Rekening Kas Desa adalah rekening tempat menyimpan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada Bank yang ditetapkan.

Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.

Penerimaan Desa adalah Uang yang berasal dari seluruh pendapatan desa yang masuk ke APBDesa melalui rekening kas desa.

Pengeluaran Desa adalah Uang yang dikeluarkan dari APBDesa melalui rekening kas desa.

Bendahara dapat menyimpan uang dalam Kas Desa pada jumlah tertentu dalam rangka  memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa paling banyak Rp. 5.000.000,-

Pelaksana Kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan harus disertai dengan dokumen antara lain Rencana Anggaran Biaya dengan diikuti mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa

Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud tidak boleh dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima.

Pengajuan SPP terdiri atas:
a.    Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
b.    Rencana Anggaran Biaya (RAB)
c.    Pernyataan tanggungjawab belanja;
d.    Berita Acara Transaksi
e.    Berita Acara Serah Terima Barang dan
f.    Lampiran bukti transaksi / nota

Pembayaran SPP dibayarkan setelah barang / jasa diterima dan syarat-syarat lainnya dipenuhi

Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penatausahaan  dilakukan oleh Bendahara Desa

Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran  serta  melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib.

Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.

Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran menggunakan:
a.    buku kas umum;
b.    buku Kas Pembantu Pajak; dan
c.    buku Bank.

Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati berupa:
a.    laporan  semester pertama; dan
b.    laporan semester akhir tahun.



JUAL ANEKA OLEH OLEH KHAS BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN
BUNGAS LANGKAR ONLINE STORE

Kamis, 07 Juni 2012

Desa #3 : Ciri-Ciri Kehidupan Masyarakat Desa

Sudah banyak literatur menjelaskan, bahwa ciri khas desa sebagai suatu komunitas pada masa lalu selalu dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi, dan keterisolasian (Rahardjo, 1999). Menurut Roucek dan Warren dalam  Shahab K (2007), secara umum ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan dapat diidentifikasi sebagai berikut :
  1. Mempunyai sifat homogen dalam (matapencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku)
  2. Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya; semua anggota keluarga turut bersama-sama memnuhi kebutuhan ekonomi keluarga,
  3. Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterikatan anggota keluarga dengan tanah atau desa kelahirannya
  4. Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota,
  5. Jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar, dan
  6. Hubungan lebih bercorak gemeinschaft  dan gesellschaft .

BINGUNG MENCARI OLEH OLEH KHAS BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN ?
BELI DI TOKO KAMI AJA 
DI SHOPEE BUNGAS LANGKAR ONLINE STORE

Desa #2 : Ciri-ciri Masyarakat Desa

Talcot Parsons menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang memiliki karateristik / ciri sebagai berikut :
  1. Afektifitas, ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
  2. Orientasi kolektif, sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
  3. Partikularisme, pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
  4. Askripsi, yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
  5. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu.

Desa#1 : Jenis Desa Berdasarkan Tahap Pembangunannya


1# Desa Primitif
Belum mengalami sentuhan perubahan kebudayaan (sivilisasi) manusia. Contoh: desa-desa di Irian Jaya, penduduknya masih menggunakan koteka, desa-desa masyarakat tertinggal di Riau dan Jambi (Orang Sakai), Desa-desa orang baduy di Jawa Barat dan desa-desa masyarakat Dayak di Kalimantan dengan cara bertani berpindah-pindah.
Ciri-cirinya antara lain:
  1. Masyarakat terisoler, belum bersentuhan dengan kehidupan modern atau sangat sedikit bersentuhan
  2. Cara bertani sangat primitif, menanam ubi, berburu, bakar hutan, pertanian berpindah-pindah 
  3.  Belum ada yang bersekolah atau baru mulai satu-satu.
  4. Kebanyakan masih memakai alat-alat primitive buatan tangan 
  5.  Keper cayaan umumnya belum agama, tetapi masih berupa aliran kepercayaan
2# Desa Tradisonal
Beberapa ciri-ciri Desa Tradisional  :
  1. Sudah mengalami sentuhan dengan kehidupan modern, tetapi adopsi kebudayaan baru lambat, umumnya terisolir
  2. Tingkat kemajuan lambat, masih tahap prakapitalis
  3. Pertumbuhan produksi hamper nol atau stagnan 
  4. Masih kuat memegang tradisi lamat, adat istiadat, ritual yang berakar dalam
  5. Kehidupan kelompok cukup kuat; masih ada hubungan patron clien alam kepemimpinan desa atau pemimpin marga, tokoh adat atau pedagang desa dan tuan tanah desa. 
  6. Sudah ada kepala desa diangkat pemerintah atau dipilih maasyrakat, namun kalu tidak sesuai pola hubungan patron klien kurang berhasil.
  7. Pendidikan lemah dan adopsi tegnologi baru dan hubungan dengan dunia luar lemah.
  8. Sebagian besar desa tradisional masyarakatnya bersifat subsistem atau produksi untuk pasaar belum berkembang. 
  9. Penggunaan uang masih terbatas. Alat menabung masih fisik, seperti ternak atau emas. Juga berkeinginan menabung masih rendah.  

3# Desa Transisonal
Ciri-cirnya adalah:
  1. Kontak dengan dunia luar sudah cukup besar, seperti ke pasar, ke sekolah bekerja ke kota/ tempat lain atau melalui perpindahan penduduk, termasuk urbanisasi. 
  2. Banyak mengadopsi tegnologi baru, siap menerima pembaharuan, penyuluhan dan pendidikan 
  3. Produktivitas kegiatan ekonomi, seperti pertanian, peternakan mengalami peningkatan 
  4. Proses produksi sedang mengalami perubahan cukup berat, melalui adopsi tegnologi 
  5. Komersialisasi sudah cukup tinggi, pasar digunakan untuk menjual hasil dan membeli input produksi 
  6. Penggunaan tenaga kerja luar dan adanya pasar upah tenaga kerja mulai berkembang 
  7. Tabungan berkembang dan sebagian dalam bentuk ruang
4# Desa Maju/Modern
Ciri-ciri Desa Maju/Modern :
  1. Memanfaatkan teknologi baru 
  2. Produksi berorientasi pasar. Sebagian besar dijual untuk pasar sehingga jenis komoditi yang diproduksi selalu disesuaikan dengan keadaan harga pasar. Tujuan produksi adalah untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. 
  3. Mulai menerapkan sistem Agribisnis Paradigma Pertanian berubah menjadi Agribisnis dan Agroindustri dan perdagangan berkembang. 
  4. Masyarakat sangat menghargai pedidikan, bersedia melakukan human investment 
  5. Masyarakat sudah mengadopsi kehidupan di kota. Perbedaannya kegiatan ekonominya adalah berbasis pedesaan seperti pertanian, industry desa, pertambangan, pariwisata dan lain-lain.

Rabu, 06 Juni 2012

Desa dan Pemerintahan Desa


Keberadaan desa telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka. Masyarakat di Indonesia secara turun temurun hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang disebut dengan desa. 

Desa secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai ‘a group of houses and shops in a country area, smaller than a town’.Desa atau udik, menurut definisi universal adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa, sedangkan di Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut Kepala Kampung atau Petinggi.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, dan di Papua danKutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.

Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja (2003:3) dalam bukunya “Otonomi Desa” menyatakan bahwa:
“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Pada Pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan.

Kemudian pada Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah Desa dan badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa memiliki pemerintahannya sendiri pemerintahan desa terdiri atas Pemerintah Desa yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).Pada hakekatnya Pemerintahan Desa tumbuh dalam masyarakat yang diperoleh secara tradisionil dan bersumber dari hukum adat. Jadi Desa adalah daerah otonomi asli berdasarkan hukum adat yang berkembang dari rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang dibebani oleh instansi atasannya dengan tugas-tugas pembantuan.

Sabtu, 19 Mei 2012

Desa dan Sistem Manajemen Pembangunan Di Desa Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004

(beberapa pemikiran dalam catatan)

  1. Berdasarkan UU. Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ditegaskan bahwa “Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. 
  2. Di dalam Penjelasan Umum UU. Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah “keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat”, yang dapat dipahami sebagai berikut: Keanekaragaman, memiliki makna bahwa “istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, seperti Nagari, Kampung, Pekon, Lembang, Pamusungan, Huta, Bori, dan Marga. Hal ini berarti bahwa pola penyelenggaraan Pemerintahan Desa akan menghormati sistem nilai yang berlaku dalam adat-istiadat dan budaya masyarakat setempat, namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat, agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga Desa; Otonomi Asli, memiliki makna bahwa kewenangan Pemerintahan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat, namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan modern; Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa. Pemberdayaan Masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa diabdikan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
  3. Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional, sehingga harus mampu memberikan pelayanan secara efektif kepada masyarakat, serta mampu mewujudkan penyelengaraan pemerintahan desa yang demokratis.
  4. Oleh karena itu, penyelenggaraan otonomi desa harus dimaknai sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena memiliki hubungan hierarki pemerintahan berjenjang dengan Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Kabupaten/ Kota, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Pusat, sehingga penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meskipun Negara senantiasa mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
  5. Hal ini dapat dicermati dari ruang lingkup urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa (Pasal 206 UU. Nomor 32 Tahun 2004), yang mencakupi: Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa; Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa; Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Urusan pemeritahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
  6. Meskipun Pemerintahan Desa memiliki wewenang otonomi dalam mengatur (regeling) dan mengurus (beziking) kepentingan masyarakat setempat, namun Pemerintahan Desa harus tetap menjaga keseimbangan kewenangan dengan penyelenggaraan otonomi daerah Kabupaten/Kota.
  7. Dalam kaitan ini, Kepala Desa memiliki posisi strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, karena memiliki tugas dan wewenang (Pasal 14 PP. Nomor 72 Tahun 2005), yaitu: (1) menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; (2) mengajukan rancangan peraturan desa; (3) menetapkan paraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; (4) menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDesa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD; (5) membina kehidupan masyarakat desa; (6) membina perekonomian desa; (7) mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.
  8. Kepala Desa memiliki masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya (Pasal 204 U. Nomor 32 Tahun 2004).   Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kepala Desa dibantu oleh “Perangkat Desa”, yang diangkat oleh Kepala Desa atas persetujuan Badan Permusyawaratan Desa.
  9. Untuk mewujudkan demokratisasi dalam penyelengaraan pemerintahan desa, maka di Desa dibentuk “Badan Permusyawaratan Desa”, yang memiliki fungsi “menetapkan peraturan desa besama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat” (Pasal 34 PP Nomor 72 Tahun 2005). 
  10. Di dalam Pasal 211 UU. Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa “Di Desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Lembaga kemasyarakatan tersebut bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa”.  Dalam pelaksanaannya, lembaga kemasyarakatan tersebut dapat berupa lembaga baru maupun lembaga yang selama ini ada di masyarakat, seperti Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/LKMD (KEPPRES Nomor 49 Tahun 2001 tentang Penataan LKMD Atau Sebutan Lain), serta Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga atau PKK (KEPMENDAGRI Nomor 53 Tahun 2000 tentang Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga).
  11. Lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut memiliki fungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pembangunan, agar terwujud demokratisasi pembangunan pada tingkat masyarakat.  Keberadaan lembaga kemasyarakatan tersebut tidak dimaksudkan untuk menambah beban birokrasi pemerintahan desa, tetapi ditujukan untuk mendorong, memotivasi, dan memfasilitasi, dan menciptakan akses bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan, 
  12. Dengan demikian, pembentukan lembaga-lembaga di Desa (Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan Lembaga Kemasyarakatan) senantiasa memiliki makna ganda, yakni: (a) Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa (diemban oleh Pemerintah Desa, yakni Kepala Desa dan Perangkat Desa); (b) Mewujudkan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa (diemban oleh Badan Permusyawaratan Desa); (c)  Mewujudkan demokratisasi dalam pengelolaan pembangunan di desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat (diemban oleh Lembaga Kemasyarakatan).
  13. Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis dan efektif dan meningkatkan pemberdayan masyarakat, maka Desa perlu memiliki sumber keuangan yang memadai, yang bersumber dari: (a)  pendapatan asli desa; (b)   bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; (c)   bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh  kabupaten/kota; (d)    bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; (e)   hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
  14. Kenyataan menunjukkan bahwa Desa memiliki sumber-sumber keuangan yang sangat terbatas, sehingga Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu memberikan perhatian khusus terhadap upaya peningkatan pendapatan desa yang bersumber dari bantuan Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, serta bagi hasil penerimaan pajak dan retribusi daerah.
  15. Dalam rangka memfasilitasi pemantapan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, maka Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Depdagri menetapkan arah kebijakan strategis penguatan kapasitas dan tatanan Pemerintahan Desa sebagai bagian integral dalam kebijakan pemberdayaan masyarakat dan desa, yang meliputi: (a) Bidang Pemantapan Kerangka Aturan/Regulasi, meliputi percepatan, penyelesaian Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, Peraturan Daerah, dan Peraturan Desa;  (b)    Bidang Pemantapan Kelembagaan, meliputi Penataan organisasi Pemerintahan Desa, BPD, BUMD, Asosiasi BPD, Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa;  (c)   Bidang Penguatan Kapasitas Penyelenggara Pemerintahan Desa, meliputi penetapan standarisasi, kriteria, norma dan prosedur peningkatan sumber daya Kepala Desa, Perangkat Desa, Badan Pemusyawaratan Desa/BPD, dan Pengelola/Pengurus Badan Usaha Milik Desa/BUMD; (d.) Bidang Keuangan, meliputi Pengembangan sumber pendapatan dan kekayaan Desa dan manajemen perimbangan keuangan Desa; dan  (e)  Bidang Pemantapan sistem administrasi Pemerintahan Desa dan Kelurahan.
  16. Kelima arah pemantapan penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut juga merupakan ruang lingkup fasilitasi, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa oleh Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota.
  17. Dalam hal ini, Camat merupakan pihak pertama dan utama dalam membina penyelenggaraan pemerintahan desa, karena Camat memiliki hubungan koordinatif fungsional dengan Pemerintah Desa.
  18. Dalam rangka menindaklanjuti ketentuan UU. Nomor 32 Tahun 2004 yang antara lain mengatur mengenai Desa, telah ditetapkan PP. Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.

JUAL ANEKA OLEH OLEH KHAS BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN...
KLIK DISINI AJA YA >>> BUNGAS LANGKAR ONLINE SHOP

Kamis, 12 April 2012

Tentang Pembangunan Pedesaan

Banyak definisi mengenai pembangunan, salah satunya adalah menurut Michel P. Todaro (1995) bahwa pembangunan adalah sebagai suatu proses multidimensi yang melibatkan perubahan-perubahan dalam struktur, sikap dan faktor kelembagaan, juga percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakadilan dan penghapusan kemiskinan absolut.

Pembangunan masyarakat desa yang sekarang disebut juga dengan nama pemberdayaan masyarakat desa pada dasarnya serupa dan setara dengan konsep pengembangan masyarakat (community development atau CD). Perkembangan teori pembangunan desa itu dimulai dari praktik, yaitu dari kebutuhan yang dirasakan di dalam masyarakat terutama dalam situasi sosial yang dihadapi didalam Negara-negara yang menghadapi perubahan sosial yang cepat.

Menurut Mukhtar Sarman (2008) kata kunci dari dalam pembangunan pedesaan adalah guna “memberdayakan” kelompok miskin di daerah perdesaan. Sebagai gambaran dari pendekatan yang beragam ini, menurut Mukhtar Sarman (2008) dengan mengambil contoh ilustrasi dari berbagai program pemerintah dalam rangka mewujudkan kebijakan pembangunan desa di Indonesia selama ini, ada tiga pola pendekatan yang telah pernah dilaksanakan. Pendekatan pertama adalah pola instruktif, atau seringkali juga diindentifikasikan sebagai strategi top down. Pendekatan kedua adalah pola konsultatif, atau diidentikkan dengan pola “bottom up top down”. Pendekatan ketiga adalah pola pendampingan. Pendekatan ini merupakan perbaikan lebih lanjut dari pola konsultatif.

Berdasarkan Tjondronegoro (dalam Mukhtar Sarman, 2008 : 103) untuk dapat memahami pelaksanaan suatu kebijakan pembangunan memerlukan tiga pengetahuan pokok, yaitu :
  1. Asumsi yang digunakan oleh para pembuat kebijakan
  2. Tujuan dan kelompok sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan
  3. Intervensi-intervensi oleh para pelaksana terhadap pelaksanaan dari suatu kebijakan di berbagai tempat dan hirarki
Dalam buku “Pembangunan Masyarakat : Merangkai Sebuah Kerangka” yang ditulis oleh Soetomo (2009) untuk mengkaji fenomena dan realitas perkembangan masyarakat desa dalam proses pelaksanaan pembangunan desa disebutkan bisa menggunakan analisis Chodak (1973). Analisis Chodak ini menggunakan lima pendekatan untuk menjelaskan proses proses perkembangan masyarakat. Kelima pendekatan tersebut adalah : (1) perkembangan masyarakat terjadi melalui proses perubahan yang bersifat evolusioner. (2) perkembangan masyarakat merupakan proses pertumbuhan yang semakin mengarah pada kondisi saling ketergantungan. (3) perkembangan masyarakat terjadi karena tumbuhnya dorongan dan motivasi untuk berubah. (4) perkembangan masyarakat dapat dilihat dengan fokus perhatian pada aspek-aspek spesifik. (5) perkembangan masyarakat merupakan proses perubahan yang terjadi karena adanya tindakan yang terencana.

Toko Buku Online Terlengkap

RINGKASAN TERKAIT PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Catatan ini saya buat sebagai bahan presentasi ketika menjadi narasumber pelatihan peningkatan wawasan Pemerintahan Desa kepada Para Kepala ...