Kamis, 12 April 2012

Tentang Pembangunan Pedesaan

Banyak definisi mengenai pembangunan, salah satunya adalah menurut Michel P. Todaro (1995) bahwa pembangunan adalah sebagai suatu proses multidimensi yang melibatkan perubahan-perubahan dalam struktur, sikap dan faktor kelembagaan, juga percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakadilan dan penghapusan kemiskinan absolut.

Pembangunan masyarakat desa yang sekarang disebut juga dengan nama pemberdayaan masyarakat desa pada dasarnya serupa dan setara dengan konsep pengembangan masyarakat (community development atau CD). Perkembangan teori pembangunan desa itu dimulai dari praktik, yaitu dari kebutuhan yang dirasakan di dalam masyarakat terutama dalam situasi sosial yang dihadapi didalam Negara-negara yang menghadapi perubahan sosial yang cepat.

Menurut Mukhtar Sarman (2008) kata kunci dari dalam pembangunan pedesaan adalah guna “memberdayakan” kelompok miskin di daerah perdesaan. Sebagai gambaran dari pendekatan yang beragam ini, menurut Mukhtar Sarman (2008) dengan mengambil contoh ilustrasi dari berbagai program pemerintah dalam rangka mewujudkan kebijakan pembangunan desa di Indonesia selama ini, ada tiga pola pendekatan yang telah pernah dilaksanakan. Pendekatan pertama adalah pola instruktif, atau seringkali juga diindentifikasikan sebagai strategi top down. Pendekatan kedua adalah pola konsultatif, atau diidentikkan dengan pola “bottom up top down”. Pendekatan ketiga adalah pola pendampingan. Pendekatan ini merupakan perbaikan lebih lanjut dari pola konsultatif.

Berdasarkan Tjondronegoro (dalam Mukhtar Sarman, 2008 : 103) untuk dapat memahami pelaksanaan suatu kebijakan pembangunan memerlukan tiga pengetahuan pokok, yaitu :
  1. Asumsi yang digunakan oleh para pembuat kebijakan
  2. Tujuan dan kelompok sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan
  3. Intervensi-intervensi oleh para pelaksana terhadap pelaksanaan dari suatu kebijakan di berbagai tempat dan hirarki
Dalam buku “Pembangunan Masyarakat : Merangkai Sebuah Kerangka” yang ditulis oleh Soetomo (2009) untuk mengkaji fenomena dan realitas perkembangan masyarakat desa dalam proses pelaksanaan pembangunan desa disebutkan bisa menggunakan analisis Chodak (1973). Analisis Chodak ini menggunakan lima pendekatan untuk menjelaskan proses proses perkembangan masyarakat. Kelima pendekatan tersebut adalah : (1) perkembangan masyarakat terjadi melalui proses perubahan yang bersifat evolusioner. (2) perkembangan masyarakat merupakan proses pertumbuhan yang semakin mengarah pada kondisi saling ketergantungan. (3) perkembangan masyarakat terjadi karena tumbuhnya dorongan dan motivasi untuk berubah. (4) perkembangan masyarakat dapat dilihat dengan fokus perhatian pada aspek-aspek spesifik. (5) perkembangan masyarakat merupakan proses perubahan yang terjadi karena adanya tindakan yang terencana.

Toko Buku Online Terlengkap

Desa dalam perspektif perundang-undangan

desa merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki bentuk pemerintahan yang diatur menurut ketentuan perundang-undangan. dalam sejarahnya, peraturan tentang pemerintahan desa pertama kali dibuat pada masa pemerintahan hindia belanda yang kita kenal dengan istilah igo (inslanche gemeente ordonnatie) l.n. 1906 nomor 83 dan igob (inslanche gemeente ordonnatie buitengewesten) l.n. 1938 nomor 490 yang berlaku sejak 1 januari 1939 l.n. 1938 nomor 681.

igo/s 83 tahun 1906 sebagai peraturan desa (pranata) tentang pemerintahan desa yang diberlakuka untuk jawa dan madura dan igob/s 490 tahun 1938 untuk daerah di luar jawa dan madura merupakan landasan pokok bagi ketentuan-ketentuan tentang susunan organisasi, rumah tangga dan tugas kewajiban, kekuasaan dan wewenang pemerintah desa, kepala desa dan anggota pamong desa. igo dan igob tersebut secara efektif berlaku dari tahun 1906 – 1942, namun secara tidak resmi dipakai terus sebagai rujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sampai dengan terbitnya undang-undang nomor 5 tahun 1979.

pada tahun 1999 pengaturan tentang desa mengalami berbagai perubahan dan dimasukkan dalam uu nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. kalau dalam uu nomor 5 tahun 1979 mengatur desa secara seragam, maka dalam uu nomor 22 tahun 1999 pengaturan tentang desa menjadi beragam dan memberikan kemungkinan suatu daerah menentukan sendiri bentuk pemerintahan desanya. ketentuan ini pun tidak jauh berbeda dari apa yang diatur dalam uu nomor 32 tahun 2004.

undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, sebagaimana telah diubah dengan uu nomor 8 tahun 2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menjadi undang-undang, memuat pengaturan tentang desa pada bab xi pasal 200 – pasal 216. pada penjelasan dari ketentuan umum tentang desa disebutkan sebagai berikut :

desa berdasarkan undang-undang ini adalah desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945. landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

undang-undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. sedang terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.
beberapa istilah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa, yaitu :

otonomi desa sebagai otonomi yang asli.
otonomi desa merupakan otonomi yang asli, utuh dan bulat serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. hak berian merupakan kewenangan yang diperoleh oleh satu unit pemerintahan pada tingkat tertentu atas dasar pemberian oleh unit pemerintahan yang lebih tinggi. sedangkan hak bawaan merupakan serangkaian hak yang muncul dari suatu proses sosial, ekonomi, politik dan budaya dari suatu masyarakat hukum tertentu, termasuk hasil dari proses interaksi dengan persekutuan-persekutuan masyarakat hukum lainnya. legitimasi otonomi desa bertolak dari pengakuan akan hak asal usul dan adat istiadat serta keaslian kehidupan capital social dalam lingkungan civil society masyarakat desa

mengacu pada pada pemahaman tersebut maka, berdasarkan pasal 18 uud 1945, dapat dikatakan bahwa otonomi desa adalah hak bawaan. hal ini diperkuat oleh amandemen ke-2 pasal 18 uud 1945 yang menunjukkan bahwa otonomi desa merupakan hak bawaan. namun, pengaturan tentang desa yang ada pada uu nomor 32 tahun 2004, sebagaimana telah diubah dengan uu nomor 8 tahun 2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti uu nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menjadi undang-undang, lebih menunjukkan otonomi desa sebagai hak berian walaupun pengakuan terhadap asal usul adat istiadat asli masyarakat setempat tetap ada.



postingan yang berkaitan :
pengertian desa

Pengertian Desa

Secara semantik, ada berbagai peristilahan yang melekat dengan kata desa. Beberapa istilah yang sering kali disandingkan dengan kata desa diantaranya rural, village dan community. Istilah rural adalah lawan kata dari urban yang banyak digunakan dalam kalimat yang menunjukkan karakteristik desa. Jika diartikan kedalam bahasa indonesia rural berarti pedesaan. Berbeda dengan kata village, dalam sinonim ini, desa lebih menunjukkan kewilayahan dimana penduduk tertentu bermukim. Sedangkan istilah community menerangkan sebuah persekutuan sosial.

Desa dalam pengertian komunitas dikenal dalam ilmu sosiologi sebagai gemeinschaft yang berarti suatu kehidupan bersama dalam suatu wilayah tertentu, dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. Biasanya sistem sosial seperti ini dapat dijumpai dalam kehidupan keluarga dan kelompok kekerabatan yang hidup di pedesaan atau organisasi pedagang, petani, nelayan atau kelompok masyarakat yang tinggal di perkotaan.

Dalam perspektif komunitas, ada 4 unsur dasar yang membentuk desa, yaitu; solidaritas, aktor, struktur (organisasi adat), dan basis material (ulayat : wilayah dan hukum). Keempat unsur ini melatarbelakangi terbentuknya "desa asli" sebagai kesatuan yang secara konvensional mengikat masyarakat baik secara geneologis maupun teritorial. Dari konteks ini sistem desa terbangun secara mandiri, erat dan kuat, dipimpin oleh seorang kepala suku adat atau kepala desa yang memiliki kuasa dalam mengatur sumber daya sesuai hukum adat yang ada.

Berbeda dengan pengertian desa secara semantik, ada beberapa ahli yang mendefinisikan desa dalam pengertian formal. Menurut guy hunter (dalam mukhtar sarman, 2008:11) desa sebagai wilayah administrasi adalah sebuah wilayah otonomi pemerintahan.

Pengertian desa menurut Sutardjo Kartohadikusumo, mendefiniskan desa sebagai suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Sedangkan C.S. Kansil, menerangkan bahwa desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam buku yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa : “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 Ayat 12 mengartikan Desa sebagai berikut : “Desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Dalam buku “Dinamika Perdesaan : Sebuah Pendekatan Sosiologis” Mukhtar Sarman (2008) menuliskan berdasarkan determinan utama ciri-ciri ekologis dan faktor-faktor pendukungnya dapat dibuat tipologi desa. Secara garis besar tipologi desa dapat diklasifikasikan menjadi : (a) desa-desa daerah pantai, (b) desa-desa di daerah pedalaman, (c) desa-desa di daerah kantong.

Menurut Roucek & Warren (1962), masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) peranan kelompok primer sangat besar; (2) faktor geografik sangat menentukan pembentukan kelompok masyarakat; (3) hubungan lebih bersifat intim dan awet; (4) struktur masyarakat bersifat homogen; (5) tingkat mobilitas sosial rendah; (6) keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi; (7) proporsi jumlah anak cukup besar dalam struktur kependudukan.
Masyarakat desa secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum, dan masyarakat desa sering di identikkan dengan petani. Namun, tanpa disadari, sebenarnya di dalam komunitas masyarakat desa terdapat deferensiasi atau perbedaan-perbedaan. Dalam sosiologi, konsep kebudayaan sangat penting dan masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Konsep kebudayaan ini mengacu kepada gambaran tentang cara hidup masyarakat desa.

Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya. Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedesaan atau masyarakat perkotaan. Ciri ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan kepadatan penduduk
2) lingkungan hidup
3) mata pencaharian
4) corak kehidupan sosial
5) stratifiksi sosial
6) mobilitas sosial
7) pola interaksi sosial
8) solidaritas sosial
9) kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional

https://cf.shopee.co.id/file/34d7f8da0414d2c6c7c0c2ed1c26a12d

Kenapa desa ?

Ini adalah pertanyaan singkat ketika muncul ide untuk membuat blog ini. Jawabannya pun saya buat ringkas saja : karena saya tinggal di desa.

Ketika seluruh napas dan denyut jantung ini bertaut dengan desa, tidak salahnya pula bila pikiran, otak ini diajak untuk belajar tentang desa dengan segala permasalahan yang melingkupinya. Mulai belajar tentang definisi, konsep, pengertian sampai dengan segala hal yang berkaitan dengan kata pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan , sosiologi, pemberdayaan, partisipasi hingga ada juga tentang ekonomi…

Semua bahan yang ada di blog ini adalah merupakan hasil dari meramu dari berbagai sumber, baik itu buku, blog, web dan apa saja… kemudian di paste, di tulis ulang di blog ini. Harapannya kenapa harus di blog… ini tidak lebih dari sekedar berbagi ilmu, berbagi informasi… terutama tentang desa…

CARI OLEH OLEH KHAS BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN ? DISINI AJA

RINGKASAN TERKAIT PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Catatan ini saya buat sebagai bahan presentasi ketika menjadi narasumber pelatihan peningkatan wawasan Pemerintahan Desa kepada Para Kepala ...